Senin, 10 Februari 2014

Indahnya Bila Ujian Itu Kita Lewati

Malam itu, jam dinding sudah menunjukkan pukul jam 12 malam. Saat saya merebahkan diri untuk  beristirahat. Waktu yang sudah terlalu malam untuk tubuh ini terus terjaga. Tiba-tiba deringan di handphone itu membangunkan. Malas sekali rasanya untuk bangun, karena bisa jadi itu hanya temen yang seperti biasa iseng miscall yang gak tau tujuannya apa. Tapi terpikir juga bisa jadi ini adalah suatu hal yang penting, yang saya harus tahu saat itu juga.
Saya melirik tulisan yang muncul dihandphone, ternyata telepon itu bukan dari keluarga yang nun jauh disana, tetapi dari salah seorang teman sekantor. Ia mencoba menanyakan tentang golongan darah yang saya miliki. Saya jawab apa adanya kalau golongan darah saya AB. Dia kemudian menceritakan kalau salah seorang pegawai di kantor saat ini sedang kritis dan sedang membutuhkan darah yang ternyata golongan darahnya sama denganku… AB.
Ia menanyakan apakah apakah saya bersedia menyumbangkan darah buat teman yang sakit tersebut ??.   Apa??…. Menyumbang darah ??, dan diambil dengan jarum ??....  Seumur-umur belum pernah saya melakukan ini. Jangankan diambil darah ini, dipasang infus ataupun disuntik untuk berobat pun adalah sesuatu hal yang kalau bisa jangan pernah saya alami lagi. Benda bernama Jarum Suntik itu adalah termasuk hal yang paling menakutkan buat saya. Jangankan berhubungan dengan benda tersebut, berada di lingkungan rumah sakit pun, saya sungguh tidak nyaman ada disana.  
Kemudian saya berfikir lagi. Siapa sih yang harus saya tolong ini??.....  Hmm… ternyata dia bukanlah seorang teman dekat, ia adalah pegawai satu kantor yang kalau saya bertemu dengannya pun sepertinya ia enggan untuk menyapa. So…. apa saya harus melakukan ini??? …….
Jadi bagaimana ??.... tanya temanku tak sabaran. Baiklah…. Saya menjawab dengan tidak yakin. Tapi kemudian … ketika saya mulai bisa sedikit tenang, saya mulai berfikir, hei… kenapa saya tak coba melakukan ini. Mungkin ini akan menyakitkan, tapi kalau ini bisa menyelamatkan nyawa orang lain, kenapa saya harus menghindar???....  Yach…menyelamatkan nyawa orang lain….. hanya itu tekad saya saat itu.
Tak lama kemudian saya dijemput menuju PMI, dan disana saya sudah melihat banyak teman-teman lain yang sudah berkumpul dan beberapa diantaranya ikut menyumbangkan darahnya.
Dengan perasaan was-was, saya mencoba melihat apa terjadi pada saat pengambilan darah tersebut. Dan perasaan ini semakin tak menentu ketika melihat yang terjadi. Suster menusukkan jarum sebesar itu ke lengan donor….. dan 15 menit kemudian, ia kemudian keluar membawa 1 kantong darah ??..... 
Apa???....... satu kantong darah???........ sebanyak itu diambil dari tubuh kita ???...... Tubuh ini makin lemas melihat pemandangan itu.  Saya harus melakukan ini untuk orang yang tidak begitu familiar denganku?? ….. Keraguan itu kembali menggelayuti benak ini.
Tapi kemudian keberanian itu muncul kembali, dan.tekad itupun hadir lagi. Yach…. Saya harus bisa …..  kalau bukan saat ini ….kapan lagi saya menjadi berani??....pikirku kemudian. Bisa jadi inilah saat Allah menguji. Berikan suatu moment dan kesempatan untuk membuktikan apakah saya bisa ikut berbuat untuk orang lain. Yach…. Terlalu sayang … jika kesempatan ini saya biarkan terlewat begitu saja. 
Sekitar 15 menit berselang, akhirnya selesai juga proses donor darah tersebut. Untunglah ketenangan dan kesabaran suster tersebut bisa membuatku lebih tenang menjalaninya. Ternyata prosesnya tak sesulit dan sakit seperti yang kubayangkan semula, walaupun……yach… sakit sedikitlah ……..
Ada satu hal yang saya dapatkan setelah proses ini. Yach…. kegembiraan dan kepuasan yang luar biasa yang saya alami saat itu. Saya bisa mengatasi ketakutan saya terhadap jarum suntik yang Insya Allah tak akan menghantui diri ini lagi. Kemudian kepuasan ketika saya bisa ikut ambil bagian, walaupun saya tidak sendiri untuk menyelamatkan nyawa orang lain.
Sahabat…… saya menceritakan ini bukanlah bermaksud untuk membanggakan diri, saya juga tak akan menganggap diri ini sebagai pahlawan buatnya. Justru saya merasa orang tersebut telah menjadi penghubung atau perantara atas ujian yang harus saya hadapi itu. Saya hanya ingin kita semua ikut menyadari bahwa betapa bahagianya jika kita berhasil menaklukkan ketakutan dalam diri dan membuatnya menjadi berarti buat orang lain.
Yach…. kita mungkin tidak perlu orang yang kita kenal untuk kita bantu. Karena ujian yang akan kita hadapi, siapapun akan bisa jadi perantaranya. Tidak lagi menjadi penting siapa yang akan kita bantu…….. tapi apa yang bisa kita lakukan untuk kebaikan orang lain …… bukankah itu yang lebih utama ?? ….

Satu bintang kecil di penghujung malam
Ketika sang angin coba menyejukkannya ………………

Romie,
Ketika ku masih memandang bintang itu ……

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bashiirah online

Website Pajak

Muslim.Or.Id